Kehadirannya tidak disedari......













Friday, November 4, 2011

AYAH LUPA





Ayah mengatakan ini saat kau terbaring tidur, sebelah tangan kecil menyokong pipimu dan rambutmu melekat pada dahimu yang lembab.

Ayah menyelinap masuk seorang diri ke kamarmu. Baru beberapa minit yang lalu, ketika ayah sedang membaca akhbar di ruang perpustakaan, satu sapuan sesal yang amat dalam menerpa. Dengan perasaan bersalah Ayah datang masuk menghampiri pembaringanmu.
Ada hal-hal yang Ayah pikirkan,

Nak: Ayah selama ini bersikap kasar kepadamu.

Ayah membentakmu ketika kau sedang berpakaian hendak pergi ke sekolah kerana kau cuma mengesat muka kamu sekilas dengan tuala. Lalu Ayah lihat kau tidak mahu membersihkan kasut. Ayah berteriak marah tatkala kau membaling beberapa barangmu ke lantai.

Saat makan pagi Ayah juga mencari kesalahan. Kau meludahkan makananmu. Kau menelan terburu-buru makananmu. Kau meletakkan siku mu di atas meja. Kau mengoleskan mentega terlalu tebal di rotimu. Dan begitu kau baru mula bermain dan Ayah berangkat mengejar kereta api, kau berpaling dan melambaikan tangan sambil berseru, "Selamat jalan Ayah!" Dan Ayah mengerutkan dahi, lalu menjawab "Tegakkan bahu mu!"

Kemudian semua itu berulang lagi pada petang hari. Begitu Ayah muncul dari jalan, Ayah akan mengamatimu dengan cermat, memandang hingga lutut, memandangmu yang sedang bermain guli.

Ada lubang-lubang pada kaus kaki kamu. Ayah menghinamu di depan kawan-kawanmu, lalu mengiringmu untuk pulang ke rumah. Kaus kaki mengingati - dan kalau kau yang harus membelinya, kau akan lebih berhati-hati! Bayangkan itu, Nak, itu keluar dari fikiran seorang Ayah!

Apakah kau ingat, nantinya, ketika ayah sedang membaca di ruang perpustakaan, bagaimana kau datang dengan perasaan takut, dengan rasa terluka dalam matamu? Ketika Ayah terus memandang akhbar, tidak sabar kerana gangguanmu, kau jadi ragu-ragu di depan pintu. "Kau mahu apa?" Sembur Ayah.


Kau tidak berkata sepatah pun, melainkan berlari melintas melompat ke arah Ayah, kau melemparkan tanganmu melingkari leher dan mencium Ayah, tangan-tangan yang kecil semakin erat memeluk dengan hangat, kehangatan yang telah Tuhan tetapkan untuk mekar di hatimu dan yang bahkan pengabaian sekali pun tidak akan mampu melemahkannya. Dan kemudian kau pergi, bergegas menaiki tangga.

Nah ! Nak.....sesaat setelah itu akhbar jatuh dari tangan Ayah, dan satu rasa takut yang menyakitkan menerpa Ayah. Kebiasaan apa yang sudah Ayah lakukan? Kebiasaan dalam mencari kesalahan, dalam mencerca - ini adalah hadiah Ayah kamu sebagai seorang anak lelaki. Bukan bererti Ayah tidak mencintaimu; Ayah lakukan ini kerana Ayah berharap terlalu banyak dari masa muda. Ayah sedang mengukurmu dengan kayu pengukur dari tahun-tahun Ayah sendiri.

Dan sebenarnya begitu banyak perkara yang baik dan benar dalam sifatmu. Hati kecil milikmu sama besarnya dengan fajar yang memayungi bukit-bukit luas. Semua ini kau tunjukkan dengan sikap spontanmu saat kau menghambur masuk dan mencium Ayah sambil mengucapkan selamat tidur. Tidak ada masalah lagi malam ini, Nak. Ayah sudah datang ke tepi pembaringanmu dalam kegelapan, dan Ayah sudah berlutut di sana, dengan rasa malu!

Ini adalah sebuah rasa taubat yang lemah; Ayah tahu kau tidak akan mengerti hal-hal seperti ini kalau Ayah sampaikan padamu saat kau terjaga. Tapi esok hari Ayah akan menjadi Ayah sejati! Ayah akan bersahabat karib denganmu, dan ikut menderita bila kau menderita, dan tertawa bila kau ketawa. Ayah akan menggigit lidah Ayah kalau kata-kata tidak sabar keluar dari mulut ayah. Ayah akan terus mengucapkannya kata ini seolah-olah sebuah ritual: "Dia cuma seorang anak kecil - anak lelaki kecil!



Ayah khuatir sudah membayangkanmu sebagai seorang lelaki. Namun, saat Ayah memandangmu sekarang, Nak, meringkuk berbaring dan letih dalam tempat tidurmu, Ayah lihat bahwa kau masih seorang bayi. Semalam kau masih dalam gendongan ibumu, kepalamu berada di bahu ibu kamu. Ayah sudah meminta terlalu banyak, sungguh terlalu banyak



Dikutip dari buku Dale Carnigie